Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 01 Juli 2011

RISK ASSESSMENT / ANALISIS RISIKO_TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

MATA KULIAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
“RISK ASSESSMENT”
Vika Budi Riandini/0906628956
S1 reguler Kesehatan Lingkungan
Ketika akan melakukan manajemen kesehatan berbasis lingkungan pada suatu komunitas, kita memerlukan suatu analisis mengenai pajanan yang dapat menyebabkan risiko kesehatan pada komunitas tersebut. Analisis tersebut  kita kenal dengan Risk Assessment atau Analisis Risiko.
Analisis risiko adalah karakterisasi sifat dan besarnya risiko kesehatan manusia atau makhluk hidup lainnya dari bahan kimia atau tekanan lainnya yang terdapat di lingkungan.1) Dengan kata lain analisis risiko merupakan usaha untuk mengumpulkan informasi akan toksisitas suatu bahan kimia dan mengestimasi efek kesehatan yang mungkin dapat terjadi pada suatu populasi akibat terpajanan agen tersebut.
Dalam melakukan analisis risiko ada empat tahapan yang harus dilakukan yaitu hazard identification, exposure assessment, dose-response assessment,dan risk characterization.2)
1.      Hazard Identification
Hazard identification ini dilakukan dengan pengumpulan data dari berbagai sumber untuk menentukan apakah suatu  zat bersifat toksik atau tidak. Informasi yang harus dicari dalam identifikasi bahaya ini adalah nama, sifat, sumber informasi akan toksisitas, dan pajanan agen tertentu.
2.      Dose response assessment
Jika melalui identification hazard diketahui suatu agen mengandung bahaya atau hazard  maka dilakukan dose-response assessment. Definisi dari Dose response assessment  sendiri adalah analisis hubungan antara jumlah agen yang terhirup, teringesti, atau terserap oleh organisme, sistem, atau subpopulasi yang dapat menyebabkan perubahan pada organisme, sistem, atau subpopulasi3), sehingga pada tahap ini dilakukan penghitungan dosis agen yang menimbulkan efek yang membahayakan. Pada sejumlah individu atau spesies yang homogen, peningkatan dosis toksik akan diikuti oleh peningkatan respon toksik.

3.      Exposure Assessment
Langkah ini dilakukan untuk mengidentifikasi populasi yang terkena dampak. Exposure assessment juga merupakan salah satu bagian dalam analisis risiko yang menghitung besarnya asupan atau intake suatu agen pada populasi ataupun individu yang terpapar. Exposure assessment juga bisa dilakukan melalui biomarker.
4.      Risk Characterization
Tujuan karakterisasi risiko adalah menetapkan secara kualitatif dan kuantitatif risiko terjadinya efek merugikan pada organisme, sistem, atau sub-populasi akibat pajanan agen tertentu (IPCS, 2004). Karakterisasi risiko dinyatakan sebagai Risk Quotien (RQ) untuk efek-efek nonkarsinogenik dan Excess Cancer Risk (ECR) untuk efek-efek karsinogenik.

Agar penjelasan mengenai analisis risiko ini lebih jelas, kita dapat mengambil contoh analisis risiko dari karbon monoksida (CO).
Hazard identification
Salah satu bahan kimia yang dapat menjadi suatu agen penyakit bagi masyarakat adalah karbon monoksida (CO). Senyawa yang terdiri dari unsur karbon dan oksigen ini merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna. Karbon monoksida adalah gas dengan titik didih -192º C, tidak larut dalam air dan beratnya 96,5% dari berat udara. Senyawa ini tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna.
Pencemaran karbon monoksida berasal dari sumber alami dan antropogenik. Sumber alami seperti: kebakaran hutan, oksidasi dari terpene yang diemisikan hutan ke atmosfer, produksi CO oleh vegetasi dan kehidupan di laut. Sumber CO lainnya berasal dari sumber antropogenik yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil yang memberikan sumbangan 78,5% dari emisi total. Pencemaran dari sumber antropogenik 55,3% berasal dari pembakaran bensin pada otomotif. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Kadar CO pada udara ambient di perkotaan mencapai kadar maksimum bersamaan dengan jam-jam sibuk pagi dan malam hari. Selain aktivitas manusia, kadar CO juga dipengaruhi oleh cuaca, topografi, dan bangunan sekitarnya.4)
Potensi bahayanya yang ditimbulkan CO sangat tinggi karena CO mampu berikatan kuat dengan hemoglobin darah membentuk karboksihemoglobin (HbCO).  Bahkan kemampuannya dalam mengikat hemoglobin 200-250 kali5) lebih cepat dari pada oksigen. Oleh karena itu kehadiran CO dalam tubuh manusia menyebabkan darah mengalami kekurangan oksigen atau hipoksia. Penelitian epidemiologi mengenai hubungan antara dosis CO dengan efek kesehatan sudah banyak dilakukan. Dan berdasarkan penelitian tersebut keterpajanan CO dapat menyebabkan gangguan sistem kardiovaskuler, kerusakan hati, gangguan perkembangan, gangguan sistem syaraf, bahkan kematian.
Dose-response assessment
Hubungan antara dosis CO dengan efek kesehatan yang ditimbulkan sudah banyak diteliti secara epidemiologi. Pada umumnya semakin tinggi pajanan CO yang diterima seseorang maka semakin tinggi pula potensi gangguan kesehatan yang akan diterima. Berikut adalah batas nilai konsentrasi CO dalam udara yang dapat menimbulkan efek non-kanker.
100 mg/m3 (90 ppm) untuk 15 menit
60 mg/m3 (50 ppm) untuk 30 menit
30 mg/m3 (25 ppm) untuk 1 menit
10 mg/m3 (10 ppm) untuk 8 menit
Exposure assessment
Untuk mengetahui intake CO (inhalasi) digunakan rumus6):
I = C x R x tE x fE x Dt
            Wb x tavg

Keterangan

I     : Asupan inhalasi (mg/kg/hari)
C   : Konsentrasi CO
       (mg/m3)
R   : Laju inhalasi (m3/jam)
tE   : waktu pemajanan (jam/hari)
fE   : frekuensi pajanan (hari/tahun)
Dt  : Durasi pajanan
Wb : Berat badan rata-rata (kg)
tavg : periode waktu rata-rata harian
        (Dt lifetime x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogen);(70 x 365 hari/tahun untuk zat karsinogen)

Jadi untuk mengetahui intake CO, data konsentrasi CO, laju inhalasi, waktu-frekuensi-durasi pajanan, berat badan rata-rata, dan periode waktu rata-rata harian harus diketahui. Jalur pajanannnya pun juga harus diketahui karena masing-masing jalur (inhalasi, ingesti, absorbs) memiliki cara pengukuruan intake yang berbeda-beda.
Meskipun demikian, peningkatan kadar HbCO dalam darah bukan hanya dipengaruhi oleh durasi dan konsentrasi pajanan, tetapi juga kebiasaan berolah raga (yang meningkatkan jumlah udara yang diganti per satuan waktu), kapasitas difusi pulmonari terhadap CO, tekanan udara ambient, status kesehatan, dan metabolisme seseorang yang terpajan7) Oleh karena itu, perlu juga diteliti hubungan antara faktor-faktor lain tersebut dengan kadar CO yang sebenarnya di dalam darah (biomarker)8).
Risk characterization
Untuk menetapkan risiko efek merugikan akibat terpajanan CO, digunakan rumus berikut9):
 RQ = I/RfC
Keterangan
      RQ                  : risk quotient
      I                       : Intake
RfC                 : Reference Concentration
RfC merupakan dosis referensi suatu agen yang masuk melalui jalur pajanan inhalasi (udara)
Jika RQ>1, artinya ada kemungkinan terjadinya efek kesehatan sehingga diperlukan manajemen risiko. Namun, bila RQ <1 artinya CO tersebut tidak memiliki risiko yang berarti sehingga belum perlu dilakukan manajemen risiko, tetapi segala kondisi perlu dipertahankan agar nilai numerik RQ tidak melebihi 1 yaitu dengan mengubah-ubah variabel yang ada. Misalnya dosis, durasi,  atau frekuensi pajanannya diturunkan.
Tahap-tahap tersebut merupakan tahap yang saling berkesinambungan. Informasi-informasi yang ada baik mengenai agen, lingkungan, maupun host-nya diintegrasikan untuk memperoleh suatu informasi yang akurat sehingga dapat dilakukan suatu manajemen risiko yang tepat.


4)      4) jurnalingkungan.wordpress.com/karbon-monoksida



 

2 komentar:

Unknown mengatakan...

nilai RfC utk CO berapa ??

Unknown mengatakan...

berapa rfc CO?

Posting Komentar