Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 18 Desember 2011

PERILAKU SEKS BERISIKO PADA REMAJA INDONESIA


Indonesia sebagai negara  berkembang memiliki karakter demografi dengan persentase penduduk usia muda (15-24 tahun) paling besar di antara usia-usia yang lainnya. Remaja merupakan fase kehidupan yang dialami setiap manusia ketika ia memasuki masa dewasa. Dengan kata lain remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Masa transisi ini diiringi dengan perubahan fisik, biologik, dan psikologik yang mana sering kali menimbulkan kepanikan dan gejolak tersendiri yang kadang tidak diantisipasi terlebih dahulu. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, usia remaja berada di rentang usia 15-24 tahun, sedangkan menurut BKKBN berada di antara 10 sampai 24 tahun.
Di Indonesia , masyarakat menganggap bahwa pubertas adalah masa dimana seseorang mengalami kematangan yang berhubungan dengan kesiapan untuk menikah dan menikmati kehidupan seks. Sayangnya, isu dan informasi terkait seks ini jarang sekali didiskusikan dengan remaja. Orang tua menganggap bahwa dengan menjauhkan mereka dari informasi seks maka anak-anak mereka akan terhindar dari pergaulan bebas. Namun, hal ini justru menyebabkan minimnya informasi dan pengetahuan terkait seksualitas. Padahal pada masa remaja perkembangan seksualitas baik organ maupun psikologi sedang berjalan cepat dan membuat gejolak yang hebat sehingga mereka menjadi sangat penasaran akan kehidupan seks. Akhirnya mereka berusaha mendapatkan informasi dengan cara mereka sendiri seperti dari teman, televisi, dan media masa lain yang sebenarnya tidak cukup informative. Keyakinan menjauhkan anak dari pengetahuan seks membuat orang tua kesulitan dalam mengkomunikasikannya kepada anak-anak mereka. Sayangnya, hal ini seolah terjadi turun menurun dan sulit sekali diputuskan.
Di Indonesia, moral berkaitan erat dengan “keperawanan atau keperjakaan”. Masyarakat menganggap bahwa selaput dara adalah satu-satunya tanda keperawanan seseorang. Jadi darah yang mengalir ketika melakukan hubungan intim pertama kali setelah menikah adalah tanda bahwa dirinya masih suci sebelumnya.  Sedangkan pria tidak memiliki bukti apapun untuk menyatakan dia masih perjaka atau sudah hilang keperjakaannya sehingga mereka menjadi lebih bebas dibandingkan wanita.

Isu-Isu yang Berhubungan dengan Kesehatan Reproduksi Remaja
Kurangnya pengetahuan tentang kespro
Kebanyakan orang tua yakin bahwa menjauhkan pengetahuan seks dari remaja akan menyelamatkan mereka dari free sex yang sudah menjadi trend hidup modern saat ini. ini merupakan cara pandang yang kurang benar. Bagaimanapun juga perkembangan biologis, fisiologis, dan psikologis remaja memang mendorong mereka untuk mencari informasi tentang seks dengan sendirinya. Tanpa pengetahuan yang benar mereka akan mencari informasi dengan cara mereka sendiri. Dan cara tersebut sebagian besar tidak informatif serta menjerumuskan.
Pengetahuan yang benar tentang seks akan mendorong remaja untuk berpikir tentang risiko-risiko yang akan mereka hadapi ketika mereka melakukan free sex. Sayangnya, kini sebagian besar orang tua kehilangan skill untuk berkomunikasi dengan anak mengenai pengetahuan seks.
Kurikulum pendidikan di Indonesia pun kurang mendukung pengetahuan seks bagi remaja. Memang di mata pelajaran biologi siswa diberi pengetahuan tentang reproduksi tetapi hanya sebatas pengetahuan biologis dan fungsional. Dan pengetahuan ini tentu sangat kurang mengingat perilaku seks bukan hanya sebatas organ genital, perjalanan sperma, pelepasan ovum, pembuahan, dan perkembangan bayi. Remaja membutuhkan pendidikan dan pembimbingan ekstra ketika di sekolah dimana remaja tersebut bergaul dengan remaja-remaja lain yang memiliki keingintahuan yang sama. Dorongan “coba-coba” yang dimiliki remaja menyebabkan mereka melakukan perilaku-perilaku berisiko terhadap kesehatan reproduksi mereka.

Seks pranikah
Meskipun masyarakat Indonesia sangat menjunjung tinggi keperawanan, nampaknya budaya tersebut tidak mengikat masyarakat secara kuat. pandangan traditional yang mengatakan bahwa seorang wanita harus perawan sampai ia menikah ternyata tidak sesuai dengan kehidupan kota yang penuh dengan globalisasi, mudahnya akses informasi, banyaknya fasilitas hiburan, diskotik, mall, film, dan sebagainya.
Seiring berjalannya waktu, keperawanan seseorang sudah tidak terlalu dipentingkan lagi. Banyak laki-laki yang memilih calon istri dengan melihat kualitas personal dan kematangan psikologis tanpa harus memikirkan apakah dia masih perawan atau tidak.
Melunturnya budaya ini menyebabkan seks pra nikah menjadi suatu hal yang umum. Apalagi membanjirnya informasi dari budaya barat menyebabkan adat-adat ketimuran menjadi terlupakan. Bahkan sebagian besar menganggap bahwa seks pra nikah merupakan suatu bagian dari modernisasi kehidupan. Sungguh ironis jika modernisasi yag dielu-elukan ternyata menggiring masyarakat untuk terjun ke dalam kehidupan tak beraturan yang penuh dengan risiko penyakit bahkan kematian.
Membanjirnya budaya luar ini diperparah dengan tingkat pendidikan seks masyarakat yang rendah. Bahkan program-program mengenai pencegahan seks yang berisiko sulit sekali menjangkau mereka. akhirnya ribuan penduduk terlena dengan free sex yang mereka anggap sebagai having fun tanpa mengetahui risiko dan bahaya yang akan mereka hadapi. Bahkan mereka tidak menggunakan pengaman seperti kondom yang ujungnya semakin meningkatkan risiko mereka untuk terkena Penyakit Menular Seks (PMS). Mereka tidak hanya melakukan hubungan seks dengan satu pasangan tetapi dengan banyak pasangan untuk melampiaskan keingintahuan mereka.

Risiko hubungan seks yang tidak aman
Kehamilan yang tidak diinginkan
Kehamilan dan persalinan pada wanita dengan usia kurang dari 20 tahun lebih berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas, terutama di wilayah-wilayah dengan pelayanan medis yang minim atau tidak ada. Remaja usia kurang dari 18 tahun berisiko kematian 2 sampai 5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita berusia 18-25 tahun akibat persalinan lama, pendarahan, persalinan macet, dan faktor-faktor lainnya.
Kehamilan yang tdak diinginkan ini sering kali berakhir dengan aborsi. Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, hampir 60% kehamilan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan sering kali berujung pada aborsi.

Penyakit menular seksual
PMS merupakan infeksi yang dapat menjadi masalah kesehatan seumur hidup, seperti HIV. 333 juta kasus PMS yang dapat disembuhkan terjadi setiap tahunnya, dan data yang ada menunjukkan sepertiga dari infeksi PMS di negara-negara berkembang terjadi pada mereka kelompok usia 13-20 tahun. Risiko remaja yang tertular HIV-AIDS juga meningkat. Diperkirakan 40% dari infeksi HIV terjadi pada usia 15-24 tahun. 7000 dari 16000 kasus infeksi baru terjadi setiap hari. Wanita 2 kali lebih berisiko terkena HIV-AIDS dibandingkan pria.
Kaum muda cenderung lebih berisiko tertular PMS karena sering berhubungan seksual tanpa rencana walaupun seks dilakukan atas keinginan. Remaja juga sering lalai menggunakan kondom dan tidak seiap menggunakan alat kontrasepsi lain. selain itu remaja putrid berisiko lebih tinggi terhadap infeksi dibandingkan wanita tua karena sistem reproduksi remaha belum matang.
Penduduk Indonesia membutuhkan suatu pendidikan seksual serta bimbingan masa puber. Pendidikan ini harus diperketat di kalangan orang tua dan remaja. Bagaimanapun juga orang tua berperan besar dalam pembentukan karakter anak.



REFERENSI